Arsip Kategori: Puisi

Dua Puisi Romantis Sulaiman Djaya

LAGU POP UNTUK E.

|

Antara debu-debu basah Januari, cintaku,

Akan ada kereta-kereta waktu

Pada derai lampu-lampu yang menunggu

Dan gerimis yang patah

seperti nasib yang berlepasan

Dalam tatapan mataku-matamu.

|

Tetapi tahun-tahun takkan pergi

Dari pintu-pintu yang terkunci

Antara kamar baca

dan hijau

Yang kau duga.

|

Kita menyebutnya ketakpastian

Yang selalu bergairah,

Dingin yang menghantam,

Sepi yang kau titipkan

Pada riuh lalu-lalang.

Tahun-tahun adalah kibasan perak

|

Warna kelabu yang jadi biru

Dari ujar ranum daun-daun

Ketika kau buka matamu

Dan mendendang sajakmu

Bagai maut dirundung rindu.

MENULIS SAJAK ROMANTIS

|

Aku jatuh cinta pada hijau musim di wajahmu yang matang,

Dua matamu seperti sebuah rumah

Di pegunungan, yang jauh dan kesepian.

Setiapkali senja mempermainkan rambutmu,

Kuda-kuda liar tersungkur seperti detik-detik yang gugur.

|

Langkahku panjang sekali ketika ingin menemukanmu

Di antara timbunan waktu.

Di pagi hari, bila keheningan berciuman dengan matahari,

Burung-burung yang terbang seperti setiap kalimat

Yang kauucapkan. Siang pun patah berkali-kali

|

Ketika butiran-butiran kristal matamu menjelma puisi.

Aku telah lama lupa di mana dulu

Rambutku pernah memutih. Lumut-lumut biru tumbuh

Di kedua tanganku. Sesaat terjaga, semua yang dulu kuletakkan

Tetap setia sebagai udara yang terhampar.

|

Sumber: Mazmur Musim Sunyi, Kumpulan Sajak Sulaiman Djaya, Kubah Budaya, Serang, Banten 2013, halaman 37 dan 44.

Ozymandias (Puisi Percy Bysshe Shelley)

Aku bertemu seorang pengelana dari negeri purba

yang berkata: Dua batang batu yang besar dan lurus

berdiri di gurun. Di dekat mereka, di pasir, tergeletak wajah hancur,

setengah tenggelam, yang merengut, dan berbibir kisut,

dan menyeringai dingin memerintah,

menyuruh pemahatnya membaca dengan baik segala nestapa itu.

Yang tetap hidup, terpateri pada segala benda tak bernyawa ini,

walaupun tangan yang mengejek mereka,

dan jiwa yang menghidupi mereka telah tiada:

dan di landasan kaki batu, kata-kata ini terbaca:

“Namaku, Ozymandias, Raja segala Raja:

lihatlah karyaku, Oh Yang Kuasa, dan keputusasasaanku.